Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya, salat itu mencegah (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar.” (Q.S. Al Ankabut: 45)
Nabi Muhammad saw. bersabda, “Akan datang kepada manusia (umat Nabi Muhamma) suatu masa. Di dalam masa itu, banyak orang yang merasa dirinya salat, padahal mereka tidak salat.”
Andai diizinkan Allah menjenguk umatnya yang sedang salat sekarang ini, pasti Nabi Muhammad saw. amat prihatin dan bercucuran air mata. Ketika ditanya, “Mengapa engkau demikian sedih, ya Rasulullah?”
Dengan mata sembab dan merah, beliau menjawab, “Bagaimana aku tak sedih. Umatku itu memang salat, tapi sebenarnya dia tidak salat.”
Kita pasti kaget sekali bercampur rasa ngeri jika kita termasuk umatnya yang seperti gambaran cerita fiksi itu. Atau seperti yang disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad saw. di atas. Betapa tidak. Orang yang jelas-jelas di depan mata salat, tapi dikatakan tidak salat. Rahasia apa di balik pernyataan yang kontroversial dari Rasaul Penghujung Zaman itu? Pasti ada something wrong. Inilah yang harus kita renungkan dalam suasana Peringatan Isra’ Mi’raj dalam bulan Rajab ini.
Di sisi lain, Allah dalam firman di atas menjamin, salat merupakan alat penangkal perbuatan keji dan munkar. Maka, secara logika, kita yang salat pasti terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Nyatanya, banyak umat yang salat, tapi tetap ternoda perbuatan keji dan munkar. PSK (pekerja seks komersial) juga salat. Koruptor salat. Bahkan, teroris Bom Bali juga salat. Masih seabreg contoh lainnya. Ada apa di balik kekontrasan ini? Ini pula yang harus kita cari jawabannya.
Jujur saja. Kita memang harus total membenahi salat yang sudah pernah kita lakukan selama ini. Kita harus memperbaiki mulai dari niat hingga salam. Dari A hingga Z-nya salat. Contoh, ketika niat dalam gerakan takbiratul ihram, seharusnya sudah tidak ada lagi pikiran yang macam-macam. Karena, mulai saat itulah, kita menghadapkan diri secara total kepada Allah yang Mahabesar. Maka, tidaklah pantas jika dalam pikiran kita masih teringat sesuatu, selain Dzat yang Mahabesar tersebut. Ini baru awal salat yang ideal.
Praktik salat kita dalam keseharian sangat jauh dari yang ideal tadi. Pikiran masih mengembara ke mana-mana. Sebelum salat, misalnya, kitatidak ingat sama sekali kunci motor yang memang sedang kita cari. Tapi, begitu takbir pertama kali, spontan kita ingat letak kunci tersebut. Akibatnya, khusyuk dalam salat pun terganggu karena konsentrasi terbelah antara salat dengan sadar tentang keberadaan kunci yang sedang dicari. Konsekuensinya, nilai salat berkurang.
Itu baru awal salat. Belum rukun-rukun salat yang lain. Misalnya, membaca surat Al Fatihah dengan memahami artinya. Bukan sekedar melafalkannya dengan lisan. Rukuk plus tumakninah (berhenti sejenak). Bukan malah berkespres seperti gerakan ayam mencotok-cotok makanannya. Sujud penuh rasa tawadhu’ karena sadar betapa hinanya diri di mata Allah. Singkatnya, semua aspek salat harus dipenuhi agar ruh salat bisa kita raih. Jika ruh salat bisa kita raih, maka barulah janji Allah tadi bisa terpenuhi 100%. Jelaslah sekarang teka-teki pernyataan yang kontroversial dari Nabi Muhammad saw. tadi. Beliau sedih karena kita, sebagai umatnya, belum mampu salat yang kaaffah. Salat kita belum paripurna. Salat kita belum sempurna 100%. Salat kita masih sebatas gerakan badan dan ucapan lisan. Tidak lebih dari itu.
Akibatnya, terjadilah kontroversi dalam diri. Sudah salat, tapi belum menuai hikmahnya. Sudah salat, tapimasih sukakorupsi. Mau mengerjakan salat, tapi juga masih mau menjual diri seperti yang dilakukan para PSK tadi. Bahkan, ngaku sudah salat, namun juga bangga ngaku teroris pembom orang-orang kafir yang tak berdosa di Bali. Semua kontroversi ini terjadi karena salat umat saat ini masih jauh di bawah standar nilai kelulusan dari salat sesuai yang dipersyaratkan oleh Allah.
Maka dari itu, marilah kita mengakui kekurangbaikan salat kita selama ini kepada Allah dengan iringan istighfar usai salat. Jangan lagi pakai jurus lamcing (bubar salam langsung melencing / tergesa-gesa meninggalkan jamaah. Lalu, kita servis salat dengan belajar ilmu salat dan memraktekkannya terus-menerus.
Insya Allah, dengan ikhtiar yang benar-benar, kita nanti akhirnya dapat mendirikan salat yang memiliki ruh. Kita pun dapat ”berjumpa” Allah lewat salat yang kaaffah. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar