Selasa, 27 Januari 2009

menjaga perasaan hati syeikh

Syeikh Abul Qosim Al-Qusyairy
Allah Swt. berfirman: “Musa berkata kepada Khidhr, ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan Allah kepadamu?“ (Q.s. Al-Kahfi: 66).

Al-Junayd berkata, “Ketika Musa ingin berguru kepada Khidhr, beliau menjaga syarat-syarat etika. Pertama, mohon izin dalam berguru, lantas al-Khidhr memberi syarat kepadanya
agar tidak menentangnya dalam segala hal dan tidak mengajukan protes atas keputusannya.
Namun ketika Musa as mulai kontra terhadapnya, dibiarkanlah sikapnya yang pertama dan kedua. Tetapi ketika kontra untuk ketiga kalinya dan yang ketiga merupakan batas minim dari jumlah banyak dan awal dari batas jumlah banyak, maka terjadilah perpisahan. Khidhr berkata:
“Inilah perpisahan antara aku dan antara kamu.” (Q.s. Al-Kahfi: 78).

Rasulullah Saw bersabda:
“Tak seorang muda pun yang menghormati seorang guru (Syeikh) karena usianya, melainkan Allah akan menak­dirkan baginya, kelak orang akan menghormati dirinya saat usianya sudah tua.” (H.r. Tirmidzi).

Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata,
“Awal segala perpisahan adalah pertentangan. Yakni, orang yang kontra dengan Syeikhnya, berarti ia tidak menetapi thariqatnya. Hubungan antara keduanya telah terputus, walaupun keduanya terkumpul dalam satu bidang tanah. Barangsiapa berguru kepada salah satu Syeikh, kemudian dalam hatinya ada konflik, maka janji pertalian guru dan murid telah rusak, dan ia wajib bertobat.”
Salah satu Syeikh berkata, “Menyakiti para guru, tidak ada lagi tobatnya.”

Saya mendengar Abu Abdurrahman as-Sulamy berkata, “Aku pergi ke Marw pada saat Syeikh-ku, Abu Sahl ash-Sha’luky masih hidup. Sebelum aku keluar dulu, pada hari-hari Jum’at pagi selalu ada majelis Khatmul Qur’an. Tetapi ketika aku kembali, majelis tersebuf telah tiada. Diganti dengan suatu forum diskusi yang dipimpin oleh Abul Ghaffany. Kenyataan itu membuatku gelisah, dan aku berkata pada diri sendiri, `Ini sebuah majelis Khatmul Qur’an telah diganti dengan majelis diskusi.’

Kemudian suatu hari Syeikh berkata padaku, `Hai Abu Abdurrahman, apa yang diperbincangkan banyak orang tentang diriku?’ Aku katakan padanya, `Mereka mengatakan, majelis Al-­Qur’anul Karim telah dihilangkan dan diganti majelis diskusi.’ Lantas Syeikh berkata, `Siapa saja yang berkata kepada gurunya: Mengapa?, maka dia tak akan bahagia selamanya’.”
Ucapan yang populer dari al Junayd, antara lain, “Aku memasuki rumah Sary as-Saqathy pada suatu hari.
Dia memerintahkan sesuatu padaku, dan aku bergegas memenuhi kebutuhannya. Maka di saat aku kembali kepadanya, la memberikan secarik kertas, sembari berkata, `Inilah kedudukan pemenuhanmu atas kebutuhanku yang begitu cepat,’ lalu kubaca pada kertas itu, ternyata di sana tertulis:
Aku mendengar orang yang berjalan di padang pasir menyanyi,
Aku menangis, dan tahukah engkau, mengapa?
Aku menangis karena ketakutan bila engkau memisahkan diriku bila engkau memutuskan ikatan-ikatan hatiku bila engkau menghindar dariku.”

Diriwayatkan dari Abul Hasan al-Hamdzany al-Alawy yang berkata, “Suatu malam aku berada di tempat Ja’far al-Khuldy. Padahal waktu itu aku diperintah untuk menggantungkan burung di atas dapur. Hatiku sangat berkait dengan burung itu. Ja’far berkata padaku, `Bangunlah malam ini.’ Aku merasa ada yang mengganjal dan aku pun pulang. Kukeluarkan burung dari dapur dan kuletakkan di sisiku. Tiba-tiba ada anjing masuk dari arah pintu. Anjing itu langsung meraih burung, di saat orang-orang yang hadir alpa.

Ketika esok paginya aku datang ke Ja’far, sejenak pandang matanya tertuju padaku, dan berkata, `Siapa yang tidak menjaga perasaan hati para Syeikh, la akan dipaksa oleh anjing yang menyakitinya’.”
Abdullah ar-Razy mendengar Abu Utsman Sa’id al-Hiry sedang menjelaskan sifat Muhammad ibnul Fadhl al-Balkhy, dan memuji­-mujinya. Tiba-tiba Abdullah sangat rindu pada al-Balkhy, kemudian pergi berziarah padanya. Namun hatinya tidak berkenan pada Muhammad ibnul Fadhl. Lalu la kembali ke Abu Utsman, dan Abu Utsman bertanya, “Bagaimana, Anda sudah menemuinya?”
Abdullah menjawab, “Aku tak menemui apa-apa sebagaimana kuduga.”

Lantas Abu Utsman berkata, “Karena Anda menganggapnya rendah. Dan tak seorang pun yang menganggap rendah seseorang, melainkan la terhalang dari sari faedah. Kembalilah padanya dengan penuh hormat.”
Abdullah pun kembali kepadanya dan banyak mengambil manfaat dari ziarahnya itu.

Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata, “Ketika penduduk Balkh mengusir Muhammad ibnul Fadhl dari daerahnya, dia mendoakan mereka: `Ya Allah, cegahlah kejujuran dari mereka.’ Maka setelah itu tak seorang jujur pun yang muncul dari daerah Balkh.

Saya mendengar Ahmad bin Yahya al-Abiwardy - rahimahullaah ta’aala - berkata, “Barangsiapa Syeikhnya ridha, la tidak akan menyimpang pada saat hidupnya, dengan maksud agar rasa ta’dzimnya kepada Syeikh tersebut tidak hilang. Apabila Syeikh telah meninggal dunia, Allah Swt. akan menampakkan balasan ridhanya Syeikh kepadanya. Namun, barangsiapa membuat hatinya Syeikh berubah, maka ia tak akan menyimpang pada zaman Syeikh tersebut hidup, karena ia tak ingin membelenggunya.

Mereka senantiasa memiliki karakter untuk menghormati. Apabila Syeikh tersebut meninggal dunia, maka pada saat itulah muncul suatu penyimpangan sepeninggalnya.”

2 komentar: