Minggu, 11 Januari 2009

khusu' dalam sholat


Para ulama selalu menekankan agar kita mengerjakan shalat dengan khusu’. Apakah yang dimaksud dengan khusu’ itu? Dan apa pula manfaatnya?

Khusu’ dalam shalat merupakan perkara yang sangat penting, sebab hal itu merupakan tujuan utama dari shalat yang kita kerjakan. Sesuai dengan firman Allah SWT:



أَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

Tunaikanlah shalat untuk mengingat-Ku. (QS Thaha: 14)

Dalam istilah ahli hakikat, khusu’ adalah patuh pada kebenaran. Ada yang mengatakan bahwa khusu’ adalah rasa takut yang terus menerus ada di dalam hati (Kitab At-Ta’rifat, 98).

Lebih jelas lagi, Syeikh ’Ala’udin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi mengatakan, khusu’ dalam shalat adalah menyatukan konsentrasi dan berpaling dari selain Allah serta merenungkan segala yang diucapkannya, baik berupa bacaan Al-Qur’an maupun dzikir. (Tafsir Al-Khazin, juz V, hal 32)

Jadi khusu’ merupakan kondisi di mana seseorang melakukan shalat dengan memenuhi segala syarat, rukun dan sunnah shalat, serta dilakukan dengan tenang, penuh konsentrasi, meresapi dan menghayati ayat juga semua dzikir yang dibaca dalam shalat.

Dengan cara inilah shalat yang kita lakukan setiap hari akan menjadi khusu’ serta memberikan implikasi yang positif pada kehidupan kita. Yakni mencegah manusia dari perbuatan buruk dan kemungkaran.

Allah SWT Berfirman:

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ


Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan yang buruk dan mungkar. (QS Al-Ankabut: 45)

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

Celakalah orang yang melakukan shalat tapi hati mereka luapa apa yang ia lakukan. (QS Al-Ma’un: 5)

Melihat arti pentingnya khusu dalam shalat, Syeikh Ali Ahmad aj-Jurjani berkata bahwa ketika seorang hamba telah mampu melaksanakan shalat dengan khusu’ berrarti ia telah sampai pada tingkat keimanan yang sempurna. Sebagaimana disebutkan dalam kitab karangan beliau, bahwa ”sesungguhnya khusu’ dan menghadirkan hati dalam shalat, serta tetangnya anggota (dan melaksanakan sesuai syarat dan rukunnya) merupakan iman yang sempurna.” (Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuhu, juz II, hal 79).

Di samping itu, khusu’ merupakan syarat diterimanya shalat di sisi Allah SWT. Dalam kitab Sullam at-Tauufiq disebutkan, ”di Samping syarat-syarat agar shalat dapat diterima di sisi Allah SWT, ... harus menghadirkan hati dalam shalat (khusu’), maka tidak ada pahala bagi seseorang dalam shalatnya kecuali pada saat hatinya datang dalam shalatnya. (Sullam at-Taufiq, 22).

Karena itu orang yang melaksanakan shalat, tapi hatinya tidak khusu, maka seakan-akan ibadah yang dilakukan sia-sia, karena tidak diterima di sisi Allah.

Namun begitu, harus diakui bahwa khusu’ ini merupakan perkara yang berat sekali. Apalagi bagi kita yang masih awam. Sedikit sekali orang yang mampu khusu’ dalam shalatnya. Kalau kenyataannya seperti itu, maka minimal yang bisa kita lakukan adalah bagaimana khusu’ itu bisa terwujud dalam shalat kita walaupun hanya sesaat. Sebagaimana yang dikatakan Imam Ghazali:

”Maka tidak mungkin untuk mensyaratkan manusia agar menghadirkan hati (khusu’) dalam seluruh shalatnya. Karena sedikit sekali orang yang mampu melaksanakannya, dan tidak semua orang mampu mengerjakannya. Karena itu, maka yang dapat dilakukan adalah bagaimana dalam shalat itu bisa khusu’ walaupun hanya sesaat saja.” (Ihya ’Ulum ad-Din, Juz I, hal 161).

Kesimpulannya adalah khusu’ dalam shalat merupakan satu kondisi di mana kita melakukan shalat dengan tenang dan penuh konsentrasi, menghayati dan meresapi arti dan makna shalat yang sedang dikerjakan. Dan itu merupakan perkara yang sangat penting, agar ibadah yang kita laksanakan dapat dirasakan dalam kehidupan nyata, tidak semata-mata formalitas untuk menggugurkan kewajiban.


KH Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris), Ketua PCNU Jember
sumber: NU online

1 komentar: