Kamis, 15 Januari 2009

Pertajam Kemampuan "Radar Hati"

Alat komunikasi berupa radar sangat unik dan bermanfaat sekali bagi pertumbuhan teknologi tinggi. Ketika alat frekuensi lain tidak mampu mengenal obyek, RADAR (radio and ranging) adalah alat pancar dan sekaligus receiver digabung
. yang bisa memantau obyek jarak jauh. Sebuah radar bekerja karena dia mampu sebelumnya memancarkan sinyal kemudian setelah mendapatkan obyek iapun bisa diterima. Kadang dalam bentuk digital view kadang pula suara dan grafik lainnya. Dalam dunia hewan teknologi radar dimiliki oleh kelelawar (codot tah namine?).
Dalam hati kita pun terdapt sejenis radar yang sudah ditanam untuk menerima "frekuensi" dari Ilahi. Namun karena banyaknya area hot spot yang kurang dipelihara, menyebabkan diskomuniasi dan kaburnya citra "ditigal" dalam jiwa kita. Akibatnya, banyak hati yang dibiarkan kosong dan tidak bekerja semestinya.

Biasakanlah agar tidak ada penghalang antara kita dengan Allah. Penghalang itu seperti: lamunan, keinginan, emosional, syahwat, nafsu, atau yang berhubungan dengan duniawi, syetan, dan lain-lainnya. Dari kecil kita juga diajari bahkan disimpan di dalam hati. Hendaklah semua penghlang itu agar dilatih dengan bertakholli atau melatih diri dengan mengosongkan segala macam penghalang agar antara kita dengan Allah tidak ada penghalang sedikitpun alias lancar.

Yang membuat kita terus berdoa sekian lama namun unsur penghalangnya dibiarkan bebas menempati badan batin kita maka antara kita dengan Allah masih tetap ada penghalang. Karena itu tanyakanlah kepada diri sendiri sebab yang tahu adalah diri kita sendiri masih adakah penghalang yang menggangu. Tindakan yang harus diberikan adalah singkirkan semua penghalang itu. Maka proses ini disebut bertakholli.
Dalam berdzikir mengucapkan lafadz "laa ilaaha illallaah", ada tiga proses: bertakholli yaitu mengosongkan segala isi hati yang dianggap Tuhan. Kemudian tahap kedua, ber- Tahalli yaitu memasukkan yang sudah ditiadakan tadi berupa Ilah. Tahalli berasal kata dari halal atau memasukkan kesadaran penuh akan keagungan dan kedekatan kepada Allah di hati. Kemudian Tuhan yang diagungkan itu dengan mengucapkan Illallaah adalah proses Tajalli atau mengagungkan (jalla) yang hanya diberikan kepada Allah.
Dalam aturan syari'at Rasulullah saw melarang meludah menghadap Kiblat. Karena antara kita dengan Ka'bah sebenarnya tidak boleh ada penghalang. Karena di antara kita dengan ka'bah itu ada Allah.
Dalam istilah tarekat, dzikir jahar adalah untuk meluluhkan hati. Semakin banyak dzikir jahar ketka melafalan laa ilaaha illallah, itu berarti si lidah hanya sekedar membantu ketika berucap "laaa ilaahaa". Saat mengucapkannya dengan ngawurpun tidak apa-apa tetapi saat mengucapkan lafadz "illallah" maka niatkan dalam diri kita untuk menghancurkan KOTORAN DALAM hati.
Hal itu sebagaimana Rasulullah saw bersabda:

عن نافع ، عن ابن عمر ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « إن هذه القلوب تصدأ كما يصدأ الحديد » قيل يا رسول الله ، فما جلاؤها ؟ قال : « ذكر الموت وتلاوة القرآن » - ( ومن مسند عبد الله بن عمرو 3924 ) قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن القلوب تصدأ كما يصدأ الحديد قيل فما جلاؤها يا رسول الله قال : كثرة تلاوة كتاب الله تعالى وكثرة الذكر لله عز وجل
Dari Musnad Abdullah bin Amr, berkata : Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya hati itu terdapat kotoran sebagaimana besi berkarat. Dikatakan apa pembersihnya ya Rasulullah? Dijawab: banyak membaca quran dan banyak berdzikir.
Pengertian "kamaa yasdaul hadidd" sebagaimana besi berkarat, maka … hati penuh dengan karat seperti karatnya besi. Maka kiskiskanlah dengan dzikir jahar. Kalimat "Illallaah" saat berucap niatkan itu dengan menancapkan dalam hati sehingga yasda (karat-karatan) tadi akan terkikis dalam hati. Dengan terkikisnya karatan dalam hati, sehingga mampu memantulkan cahaya yang datangnya dari Allah dan dikembalikan cahaya itu kepada Allah. Itulah manfaatnya dzikir secara jahar.
Dua Fungsi Dzkir
Dalam berdzikir pula ada dua hal: dzikir lisan dan dzikir hati. Dzikir lisan itu menghasilkan dzikir dalam hati, sedangkan dzikir hati menghasilan muroqobah (saling mengawasi antara kita dan Allah, dimana Allah mengawasi kita dan kitapun mengawasi Allah). Adapun yang lebih mendekati pembersihan hati adalah dzikir tarekat Naqsabandiyah, yaitu dzikir ismudzat. (Imam Ghozali dalam kitab: Majmu' Rosail, halaman 179 darul fikr)

Sedangkan dzikir hati itu sebagi upaya untuk bisa merasa dekat dengan Allah. Di dalam dzikir hati ada perasaan muroqobah dengan Allah. Jadi fungsinya beda: Kalau dzikir jahar berfungsi untuk mengikis kotoran sedangkan dzikir hati membantu untuk menghilangkan batu yang gelap gulita agar bisa terang benderang. Karenanya nur ilahi yang kita terima dalam hati lalu tidak tampak sinarnya mungkin karena kotoran seperti hal-hal di atas. Maka dengan dihilangkan melaui pedengaran dan penglihatan bisa menjadi bersih.
Yang namanya hati mempunyai mata, hidung. Karenanya semuanya itu harus dibersihkan. Sebab sebagaimana mata, hidung dan telinga yang kita miliki juga menghasilkan banyak sekali kotoran yang dihasilkan.
Ibnu Hajar Al Asqolani berkata:
الاجور تفاوت بحسب رزيادة المشاقة فيما كان أجره بحسب مشقته اذ المشقة دخول فى الأجر .

"Pahala itu ada tingkatan derajatnya disebabkan dengan jerih payahnya (masyaqot). Karena di dalam jerih payah itu terdapat ganjaran." Tidak beribadah tapi masyaqot itu berpahala. Dalam pengalaman sehar-hari, orang-orang yang tengah beribadah akan menghadapi berbagai macam kendala. Kendala-kendala itu itulah disebut penghalang (masyaqot). Namun siapa saja yang ber¬u¬sa¬ha terus untuk beribadah meskipun sulit karena adanya peng¬halang, maka pahala itu akan terus mengiringinya.

Karena itu pahala itu sesuai dengan rasa capeknya. Karena itu orang yang berfikir itu berbeda dengan orang yang tidak berfikir. Demikian pula orang yang santai berbeda dengan orang yang berdzikir. Kecepatan orang yang berdzikir luar biasa begitu pula pahalanya.
Penghalang seperti rasa mengantuk, capek, malas dan lain-lain itu bisa dilawan terus maka di sana ada pahala yang siap mengiringinya. Singkatnya, perbedaan sedikit dan banyaknya atau berbotot dan tidaknya nilai pahala semua itu diseimbangkan dengan masyaqotnya.
Sehingga kita bisa bercermin dengan mereka yang tidak pernah merasa lelah. Misalnya saat harus melalukan kebaikan namun kondisinya loyo tapi tetap saja mau datang dan melakukan dzikir yang dijadikan sebagai kebiasaan baik, maka dibalik itu ada sesuatu yang luar biasa. Di sanalah ada ada pahala Allah karena sebagaimana ungkapan Ibnu Hajar di atas, pahala Allah akan disesuaikan dengan masyaqqot. Tentunya tempat berdzikir itu juga berbeda antara tempat yang masyaqot dengan yang memiliki tempat nyaman. Jadi tempat yang tidak mewah dan tidak nyaman namun aktivitasnya bernilai, maka tentu nilainya pasti berbeda dengan yang berada di tempat yang mewah lagi nyaman.

Masyaqot adalah penghalang kita menuju ALlah. Tapi masyaqot juga
menjadi penyebab untuk mendpatkan pahala yang derajatnya berbeda dengan orang lain yang kurang masyaqotnya.

SEMAKIN SERING MEMBERSIHKAN HATI DENGAN BERDZIKIR BAIK DZIKIR LAHIR MAUPUN DZIKIR HATI, INSYA ALLAH HOT SPOT KITA SEMAKIN PEKA DAN KARENANYA, FREKUENSI MENJADI BENING SEHINGGA "RADAR HATI" SEMAKIN BERFUNGSI UNTUK KEMASLAHATAN.

WALLAHU A'LAM.


sumber:bp.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar